Chapter 13: Chapter 1645. Jadi, Apa Kau Bahagia? (4)
(biar gak bingung bacanya, ku kasih tau aja ya, ini flashback 100 tahun lalu. Percakapan Cheong Mun-sahyung vs seluruh ketua sekte lain)
"Aku mengerti apa yang dikatakan oleh ketua sekte, tapi bukankah perang itu nyata?"
Ada ketajaman yang tidak bisa disembunyikan dalam suara pendekar pedang tua itu.
Terlalu berlebihan untuk menyebutnya permusuhan, tapi itu jelas bukan suara ramah. Penolakan yang terang-terangan dan sedikit keinginan untuk menang.
Tidak, mungkin itu adalah emosi yang bisa disebut 'kecemburuan', meskipun itu mungkin sedikit menghina mereka.
"Apa kau menyebutnya 'nyata'?"
"Ya."
Pendekar pedang tua berseragam militer biru menatap orang yang duduk di depannya dengan mata yang dingin.
"Murid di setiap sekte mengikuti gurunya. Kemana perginya bayi burung tanpa induknya? Apakah kau lebih suka jatuh dari sarang dan mati?"
"Tentu saja, aku tidak menyangkal bahwa tetua masing-masing sekte lah yang paling mampu memimpin murid masing-masing sekte. Namun situasi saat ini....."
"Meskipun situasinya sulit, bukankah ada beberapa hal yang mungkin dan ada beberapa hal yang tidak mungkin? Murid dari setiap sekte adalah mereka yang telah mengabdikan hidupnya untuk sekte tersebut. Bagaimana kau bisa meminta mereka melakukan itu?"
Orang itu menutup mata saat mendengar suara penuh kemarahan. Sang pendekar pedang tua berbicara dengan tegas lagi.
"Entah apa yang dipikirkan ketua sekte lain, tapi setidaknya kami tidak bisa memberikan murid secara terpisah. Bukan hanya kehendak ku, murid-murid ku yang tidak menginginkannya."
Ketika orang yang mendengarnya hendak mengangguk dalam diam, orang lain membuka mulutnya. Itu adalah seorang taoist yang memakai topi.
"Memang ini permintaan yang sulit... Tetapi kata-kata yang diucapkan oleh ketua sekte Gunung Hua ada benarnya."
"Ketua sekte!"
Pendekar pedang tua berteriak kaget, tetapi orang lain tersenyum lembut dan berkata.
"Jadi bagaimana kalau melakukan ini?"
Suaranya penuh nada santai, tidak seperti suara si pendekar pedang tua.
"Untuk meraih dukungan banyak orang, penting untuk memberi contoh. Dalam hal ini, bagaimana jika ketua sekte memutuskan untuk memberikan murid Gunung Hua pada kami? Rasanya kita pasti bisa mencapai hasil jika pendekar pedang Gunung Hua berada di bawah arahan kami, yaitu sekte Wudang."
"…..Ketua sekte."
Mata yang penuh dengan kedamaian. Namun, itu tidak berarti bahwa ada niat baik di baliknya.
Dengan ekspresi yang suram, Cheong Mun mengeluarkan desahan samar.
"Tidakkah kau, ketua sekte, tahu bahwa Gunung Hua tidak berada dalam situasi di mana kami dapat mengeluarkan murid-murid saat ini?" –ucap Cheong Mun
"Bukankah itu sama juga untuk yang lain?"
Wajah Cheongmun sedikit mengeras.
Sama saja?
Apa maksud mereka? Gunung Hua berada di garis depan, memotong serangan musuh, sementara mereka hanya duduk di belakang.
Apakah permintaan untuk mengirim murid dari setiap sekte untuk mendukung, karena kerugian besar yang diderita oleh Gunung Hua di garis depan, begitu sulit untuk dipahami?
Karena kerugian diderita Gunung Hua yang berada di garda depan begitu besar, sulitkah meminta murid dari masing-masing sekte untuk memberikan dukungan?
Kata-kata terus tercurah di kepala Cheong Mun, yang menekan perasaan hancurnya.
"Jika itu demi Kangho dan cara untuk mengurangi pengorbanan, tentu kami akan melakukannya. Tetapi menurut ku sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk melakukan perubahan radikal."
Cheong Mun tidak punya pilihan selain menganggukkan kepalanya.
Bukan berarti dia setuju dengan argumen itu. Tapi dia sulit untuk berbicara dengan sendirinya dalam situasi di mana semua orang menentang.
"Bagaimanapun, sulit bagi Wudang untuk menyetujui keinginan ketua sekte. Sejak awal, sekte adalah sebuah keluarga dan tempat seperti rumah. Saat kami bertarung bersama, kami bisa melepaskan kekuatan kami sepenuhnya."
"…..Jika."
"Apakah ada yang ingin kau katakan lagi?"
Cheong Mun yang hendak mengatakan sesuatu segera menggelengkan kepalanya.
"Aku mengerti betul apa yang dikatakan ketua sekte."
Meski ditolak mentah-mentah bahkan tanpa dibicarakan dengan baik, tidak ada tanda-tanda penyesalan atau ketidaknyamanan di wajah Cheong Mun. Yang ada hanyalah ketenangan, seolah-olah hal itu akan terjadi begitu saja.
Mereka yang tertekan oleh suasana tenang yang sulit dibaca, terbatuk-batuk dengan keras seolah kakinya mati rasa.
"Yah, menurutku kita sudah membahas semua yang perlu kita diskusikan hari ini, jadi kami akan pulang."
Ketua sekte Wudang yang mengatakan itu tampak malu dan menambahkan sambil lalu.
"Wajar jika waktu diskusi dikurangi selama masa perang."
Saat dia bangkit dari tempat duduknya, meninggalkan alasan yang tidak diminta, para ketua sekte lainnya juga meninggalkan tempat duduk mereka tanpa ragu-ragu. Dan mereka berbaris seolah-olah untuk memamerkan kekuatan mereka, tapi dengan cepat berjalan menuju pintu seolah-olah mereka sedang melarikan diri.
Saat itu, ketua sekte Wudang yang sedang mendekati pintu berhenti dan kembali menatap Cheong Mun yang masih duduk.
"Jika aku boleh mengatakan sesuatu dengan jujur….."
"….."
"Tak seorang pun di dunia ini yang tidak mengetahui kebijaksanaan dan kepandaian Ketua Sekte, tetapi ada saat-saat di mana kau mungkin terlalu cepat dalam keputusan mu. Orang-orang biasa seperti kami merasa kesulitan untuk mengikuti wawasan Ketua Sekte, jadi kami berharap kau bisa memahami situasi kami."
Banyak mata tertuju pada Cheong Mun seperti anak panah.
"Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan. Itu semua karena kami masih belum cukup baik."
"…..Tidak apa-apa."
Ketua sekte Wudang membungkuk singkat dan berbalik sepenuhnya. Saat dia berbalik, sedikit rasa puas atas kemenangan muncul di bibirnya dengan senyuman kecil.
Krak.
Ketua sekte Wudang dengan tegas membuka pintu dan melangkah maju dengan percaya diri. Tidak, dia mencoba untuk mengambil langkah.
Akan seperti itu, jika tidak ada seseorang yang berdiri tepat di depan pintu yang terbuka.
"Hah?"
"Ini…"
Mereka yang mempertanyakan kekasaran orang yang berani mengunjungi tempat para ketua sekte dari 10 sekte besar dan 5 keluarga besar itu mengadakan pertemuan, tiba-tiba menutup mulutnya seperti kerang.
Orang yang memblokir pintu menatap ketua sekte Wudang. Matanya sangat dingin.
Orang itu tidak memancarkan energi apa pun, juga tidak memasang ekspresi agresif. Namun, tubuh ketua sekte Wudang langsung menegang sehingga siapapun dapat menyadarinya.
Pria itu melihat dirinyanya sekilas membeku seperti es dan berbicara perlahan.
"Kau terlihat sangat bersih."
Semua mata dari para ketua sekte mengikuti arah pandangnya, mulai dari pakaian mereka, hingga ke pakaian pria yang berdiri di depan pintu.
Berbeda dengan pakaian mereka yang bersih dan tidak ada sedikit pun kotoran, pakaian orang yang menutup pintu itu ternoda di sana-sini dengan noda yang tak terhapuskan.
Orang-orang yang mengetahui asal usul dari noda-noda tersebut hanya bisa berdeham dan tidak berani berbicara. (ya itu cm yang pakaiannya berlumuran darah)
"Terkadang kalian seharusnya berlatih, para ketua sekte sekalian. Jika para orang terhormat yang disebut ahli bela diri tubuhnya begitu gemuk, bahkan mereka yang berasal dari Kultus Iblis akan mengira kalian adalah pemilik tanah sebuah istana dan hanya mengabaikan kalian begitu saja tanpa perlawanan."
"….."
Tentu saja mengatakan bahwa mereka bertambah gemuk tidaklah benar. Mereka adalah ahli bela diri yang sudah mencapai puncaknya, dan bentuk tubuhnya tidak akan berubah hanya karena sedikit malas dalam latihannya.
Namun, tidak ada seorang pun di sini yang bisa menunjukkan atau mempertanyakan kekasaran tersebut.
"Itu….."
Mereka yang melihat pria yang memblokir pintu dengan ekspresi canggung membuka mulut mereka dengan suara tertahan.
"…..Geo, Geomzon." (sword saint, titlenya cm di masa lalu)
Maehwa Geomzon (plum blossom sword saint) Cheong Myeong memelototi orang yang memanggilnya tanpa menjawab. Mereka tersentak melihatnya, menutup mulut dan menghindari tatapan Cheong Myeong.
Sebuah cibiran keluar dari mulut Cheong Myeong.
"Kau terdengar seperti induk burung."
"….."
"Bahkan seekor burung pun akan mempertaruhkan nyawanya untuk melawan ular jika anak-anaknya dalam bahaya. Jangan hanya menonton dari belakang."
"Geomzon. Kami….."
Mereka yang mencoba mengatakan sesuatu namun tidak dapat berkata-kata, akhirnya membalikkan badan. Mereka menatap satu-satunya orang yang bisa menangani sang Maehwa Geomzon. Cheong Mun, menerima tatapan itu, menghela nafas dan membuka mulutnya.
"Cheong Myeong-ah. Tolong jangan menggunakan kata-kata atau perilaku kasar kepada para ketua sekte."
"….."
"Menyingkir. Cepat."
Cheong Myeong melirik Cheong Mun dan mengambil langkah ke samping. Sebuah jalan sempit dibuka cukup untuk dilewati satu orang.
Dan kemudian dia melirik para ketua sekte. Ibarat menyampaikan kalau mau lewat, ya coba saja lewat.
"Cheong Myeong-ah!"
Hanya setelah teriakan kembali terdengar, Cheong Myeong membuka jalan sepenuhnya. Namun, seolah dia tidak berniat menyembunyikan ketidaknyamanannya, dia menyilangkan tangannya dan bersandar pada kusen pintu.
"Keuheum"
Ketua sekte Wudang berdeham dengan canggung.
"Baiklah." –ucapnya sambil mau pergi
Semua orang bergegas keluar dari ruang pertemuan. Tak satu pun dari orang-orang itu yang berani melakukan kontak mata dengan Cheong Myeong, yang berdiri di samping pintu.
Mereka nyaris tidak bisa keluar dari ruang pertemuan, dalam keadaan kaku, berakhir melarikan diri bahkan tanpa menoleh ke belakang.
"Huft."
Dan hanya setelah ruang pertemuan begitu jauh hingga mereka hampir tidak dapat melihatnya, mereka menoleh ke belakang dan menghela nafas.
"Sungguh tidak sopan….!"
"Bagaimana bisa dia sebegitu kurang ajar?"
Baru pada saat itulah kemarahan meledak.
"Ketua sekte! Apakah kau benar-benar akan terus menoleransi hal ini? Bukankah kekasaran pria itu sudah keterlaluan?"
Ekspresi kepahitan muncul di wajah ketua sekte Wudang.
"Lalu apa yang harus kita lakukan?"
"Bukankah dia seharusnya dihukum karena sikap tidak hormatnya selama ini!"
"Hukuman….."
Ketua sekte Wudang menghela nafas pendek.
"Itu adalah tindakan yang bisa diberikan kepada orang yang mau menerima dosa. Apakah kalian tidak tahu? Orang seperti apa pria itu?"
Mendengar kata-kata itu, para ketua sekte lainnya tidak punya pilihan selain tutup mulut.
Dosa dapat dibebankan kepada orang yang mau menerimanya.
Itu adalah pernyataan yang aneh, tapi itu benar, setidaknya dalam situasi ini.
Maehwa Geomzon Cheong Myeong. (plum blossom sword saint cheong myeong)
Dunia menyebut mereka tiga pendekar pedang terhebat di dunia, tapi semua orang di sini tahu tentang betapa kosongnya gelar itu. Betapa sia-sianya kata-kata 'Tiga pendekar pedang terhebat di dunia' dikaitkan pada Cheong Myeong. (sebenarnya arti literal title nya itu 'Tiga Pedang Besar Surgawi')
Perbedaan keterampilan dan kekuatan antara Cheong Myeong dan 2 anggota lainnya benar-benar sangat besar. Yang lain bahkan tidak memiliki hak untuk membahas tentang pedang pada Cheong Myeong.
Siapa yang bisa menyatakan orang seperti itu bersalah?
Dia tak bisa dihukum berdasarkan keterampilan. Karena itu kau harus menggunakan otoritas dan alasan, namun Maehwa Geomzon itu bukanlah seseorang yang bisa ditekan menggunakan otoritas.
Dia adalah kandidat sempurna untuk disebut sebagai orang paling pemberontak (orang paling bebas) sedunia.
Jika bukan karena ketua sekte Gunung Hua, Cheong Mun, yang menahannya, mereka pasti sudah terbunuh beberapa kali.
Melihat ketidakpuasan yang mendalam di wajah orang lain, ketua sekte Wudang berkata.
"Selain itu, hukuman itu mungkin tidak akan menguntungkan kita."
"Hmm….."
Beberapa orang mengangguk setuju dengan kata-kata itu.
Faktanya, jika Maehwa Geomzon benar-benar dihukum dan meninggalkan posisinya, 10 sekte besar dan 5 keluarga besar lah yang akan menanggung kerugian paling besar.
Mengetahui hal itu, tidak ada seorang pun di sini yang bisa melakukan apa pun selain menyampaikan keluhan mereka.
"Jangan terlalu khawatir. Anjing pemburu yang pandai berburu harus makan daging yang enak, meskipun temperamennya sedikit ganas. Tapi bukankah kita semua tahu bagaimana nasib anjing itu jika dia tidak lagi berburu?"
Akhirnya, ekspresi wajah para ketua sekte itu perlahan mengendur.
"Untuk saat ini, Kita harus memberinya daging yang baik. Itu adalah jalan terbaik untuk semua orang."
"Baiklah."
Setelah percakapan yang tidak lebih dari sekadar pelampiasan rasa frustrasi, kecanggungan mulai terasa, dan dengan itu, semua orang buru-buru melambaikan tangan dan berbalik untuk bubar.
"Tetapi, apa kalian yakin ini tak apa-apa?"
"Maksudmu tentang Geomzon?"
"Bukan itu, itu…. Maksudku apa yang dikatakan ketua sekte Gunung Hua tadi."
Kepala ketua sekte persatuan pengemis terangkat dengan wajah cemas.
"Mengatakan bahwa mereka membutuhkan bantuan karena banyaknya korban dari Gunung Hua di depan garis depan bukanlah kebohongan…."
"Tentu saja, ketua sekte Gunung Hua bukanlah orang yang membicarakan kebohongan."
"Itulah yang aku katakan."
"Tetapi kita mungkin tidak perlu memberikan dukungan apa pun."
"…..Mengapa?"
Ketua sekte Wudang perlahan mengelus janggut panjangnya.
"Yuanshi Tianzun. Gunung Hua bukanlah satu-satunya sekte yang dapat berdiri di garis depan, dan ketika kekuatan mereka habis nanti, saat itulah sekte lain dapat turun tangan. Tidak perlu ada sekte lain yang membagi kekuatan mereka untuk membantu mereka sekarang. Bukankah itu lebih masuk akal untuk kita lakukan?"
Ada kilau aneh di wajah ketua sekte persatuan pengemis. Pada pandangan pertama, perkataan itu mungkin terdengar masuk akal.
Tetapi, apakah sekte lain benar-benar bisa mengambil alih peran seperti Gunung Hua? Apakah dia benar-benar yakin bahwa mereka akan mampu melakukan itu?
Mungkin.....
"Semakin banyak suatu sekte terpecah, semakin lemah jadinya. Karena Kultus Iblis masih memiliki banyak kekuatan tersisa, kita tidak boleh menyia-nyiakan kekuatan kita dengan sembarangan."
"Kau benar."
"Jika Gunung Hua kehilangan kekuatannya, maka sekte Jongnam-ku akan berdiri di depannya."
"Tidak, itu adalah peran kita bersama."
Mata ketua sekte pengemis menjadi gelap saat dia melihat orang-orang di sekitarnya berbicara dengan penuh semangat.
'Ketika ada yang tidak beres, untunglah setidaknya ada satu orang yang benar-benar mengambil tindakan.'
Tapi ia tidak bisa menghela nafas secara terbuka. Sulit untuk tidak setuju dengan mereka.
Matanya beralih ke ruang pertemuan yang ia tinggalkan tanpa dirinya sadari.
'Ketua sekte.…. Geomzon.'
Ada kesedihan yang tak berdaya di mata itu.