Chapter 49: 4. JarakPandang | Ep.3
Hembusan nafas terasa sangat panjang, diimbangi dengan bayangan akan tragedi yang bersinergi mencambuk punggung.
Tak bisa dipungkiri, sungguh menyayat hati. Menggores sedikit garis pada jantung.
Dan, aku dalam kecewa cukup luar biasa.
Bukan menyesali keadaan. Hanya saja, kecewa pada diri sendiri. Atas semua yang terjadi, aku seakan tak berdaya sama sekali.
Tak ada niatan sama sekali untuk menjatuhkan harga diri sendiri, atau meminta alih-alih dikasihani.
Hal yang cukup membuat kedua mata ini menetes untuk yang kedua kali, setelah mendiang ayahanda dikebumikan.
Menyaksikan wanita yang telah memperjuangkan hidupnya demi melahirkanku ke dunia, menahan kesedihan atas kebutuhan yang kian hari kian menipis, bahkan kosong sama sekali.
Sebagai pria yang masih terbilang muda, bukan aku lantas diam saja, beribu cara selalu ku coba tuk lakukan dengan semangat. Namun, kadang kala hasilnya tak sesuai apa yang telah ku usahakan. Yaa, sampai sepupus itu keresahanku atas perjalanan itu setahun ini, dimulai dari telapak kaki yang menginjakkan jejaknya di beranda ini. Tak itu saja, suasananya jadi kemelut, langkah demi langkah yang kalang-kabut, dan makin mewujudkan kepanikan berirama.
Bukan menyalahi takdir, karena semua manusia punya suratan dan versinya tersendiri.
Dalam kekecewaan itu air mataku terjun bebas, tanpa penerangam tambahan, hanya diterangi cahaya langit.
"Bisakah awan samar di sana menangkap sinyal yang sengaja ku pancarkan?"