Chapter 9: Bab 9
Sudah dua hari semenjak para peserta yang lolos mendiami kamar mereka masing-masing, dan selama dua hari tersebut mereka belum menerima instruksi sama sekali.
Dengan kamar mereka yang terkunci rapat, ada beberapa peserta yang mencoba mendobrak keluar. Ada yang berhasil dan ada yang anehnya dibukakan pintunya. Adapun bagaimana nasib mereka sekarang tidak diketahui. Entah didiskualifikasi atau tidak, Ives yang jelas tidak terlalu perduli.
Makanan dan minuman disediakan melalui sebuah celah yang ada di dalam kamar, sehari tiga kali, dan jujur saja, makanannya cukup enak. Dengan ini para peserta tidak perlu khawatir kelaparan.
Karena merasa tidak ada yang bisa dilakukan, Ives memutuskan untuk melanjutkan meditasinya. Biscuit ikut bergabung, tapi dia berhenti setelah tiga jam dan memutuskan untuk menonton acara Tv.
Waktu berlalu dan hari keempat-pun tiba. Tepat di jam dua belas siang, tiba-tiba terjadi sebuah getaran di setiap kamar yang ditinggali para peserta Ujian Hunter. Saat getaran itu terjadi, terdengar juga suara pengumuman dari sebuah speaker, yang berbicara adalah Pemerika Ujian yang bersangkutan.
Pemeriksa Ujian itu memberikan instruksi bahwa para peserta harus pergi menuju sebuah bukti tinggi yang ada di tengah-tengah pulau. Waktu yang diberikan adalah dua belas jam, jika gagal maka Airship yang mengangkut para peserta menuju tahap berikutnya akan berangkat terlepas apakah masih ada peserta yang ketinggalan atau tidak.
Di dalam kamar, Ives dengan tenang menyaksikan pintu rahasia yang terbuka secara otomatis. Berdiri di ambang pintu, Ives menatap lurus ke jalan yang akan dia lalui.
Dari situ dia sudah bisa merasakan hawa dingin yang menyapu wajahnya, tapi suhu dingin ini bukanlah ancaman terbesar. Di depan terdapat sebuah jalan lurus menanjak yang mengarah ke puncak bukit dimana Airship menunggu para peserta Ujian Hunter.
Meskipun jalan itu lurus dan tidak berkelok-kelok, namun, lurusnya jalan bukan berarti jalan itu aman. Sebaliknya, ketidakberkelokannya justru membuatnya rentan terhadap serangan mendadak dari makhluk buas yang bersembunyi di area yang sangat rindang itu.
Setelah memeriksa semua barang-barangnya, Ives mengangguk dan menoleh ke arah Biscuit, "Apakah kamu siap?"
"Unn." Biscuit mengangguk serius.
Keduanya bersama-sama melangkahkan kaki keluar kamar. Baru satu langkah, mereka sudah merasakan bahwa suasana tempat ini langsung berubah secara drastis. Rindangnya tempat ini membuat cahaya matahari susah untuk mempenetrasi, dan ini meningkatkan suasanya horrornya.
Mencoba menghiraukannya, keduanya terus berjalan ke depan, tapi tiba-tiba mereka merasakan tanah di sekelilingnya bergetar. Dari dalam kegelapan, muncul beberapa bayangan hitam yang bergerak dengan kecepatan luar biasa.
Makluk pertama yang muncul adalah babi raksasa dengan bulu-bulu tebal. Taring babi itu tajam, ototnya meledak-ledak. Ives yang menyaksikan monster itu merasa seperti melihat makluk hasil dari percobaan virus tertentu!
Babi itu menyebur ke depan sambil menyerundukkan taringnya.
Menanggapi serangan ini, Ives melompat ke samping dengan gerakan terampil. Memanfaatkan momentum, dia menebaskan parangnya.
Ding!
Ives berhasil menghubungkan tebasannya, tapi saat menebas dia merasakan bahwa tebasan itu seperti mengenai sebuah tembok.
Melompat ke belakang, Ives menyesuaikan posisinya. "Tch, kulit babi ini cukup keras, tapi meskipun begitu golok ini cukup tajam untuk menggoresnya, dan itu sudah cukup."
Mengambil ancang-ancang, dia berlari kencang ke depan. Saat taring babi itu di ayunkan, dia langsung membuat gerakan takling dan berhasil menghindarinya. Tepat di bawah kedua kaki babi itu, dia langsung menebaskan goloknya sekuat tenaga tepat di arah leher lawan!
Darah terciprat, tapi tidak banyak. Serangan tadi setidaknya berhasil memotong beberapa senti ke dalam.
Keluar melalui kaki belakang babi itu, Ives berdiri dan sudah disambut dengan tatapan murka babi raksasa itu.
"Growls!" Babi raksasa itu memekik. Marah, dan kesakitan, itulah yang dirasakan oleh babi itu, dan dia benar-benar ingin membunuh bajingan yang berdiri di depannya.
"Ives, hati-hati!" Biscuit berteriak.
Karena jarak yang begitu dekat, Ives berhasil terserunduk oleh babi itu. Dia langsung terpental beberapa meter ke belakang sampai akhirnya menghantam sebuah pohon.
"Sialan! Aku baik-baik saja!" Ives membalas. "Biscuit, bersiaplah!"
Berdiri, Ives memegangi area dimana babi tadi menyerunduknya. Untungnya taring babi itu tidak menancap, jika tidak, dia pasti sudah terluka parah sekarang.
Melirik ke arah kiri dan kanan, Ives membuat sebuah rencana. Dengan cepat dia masuk ke belakang beberapa pepohonan.
Babi itu menggeram keras sambil melihat ke sekelilingnya dengan kebingungan. Karena tidak bisa menemukan mangsa utamanya, babi itu langsung memfokuskan pandangannya ke arah gadis itu. Menggesek-gesekkan kakinya, dia siap menerjang lawan. Tapi inilah kesalahan fatal yang dia lakukan, lalai dengan lingkungan sekitarnya.
Keluar dari semak-semak, Ives menendang tepat ke bagian samping kepala babi itu.
Babi itu sempoyongan ke belakang, tapi Ives tidak berdiam diri. Naik ke atas babi raksasa itu, dia mencekikkan sebuah tali yang terbuat dari serat-serat pohon yang telah dia kumpulkan tepat ke leher lawan.
Tangannya menggenggam tali-tali itu dengan erat. Dia menggesek-gesekkannya seakan-akan seperti menggergaji leher lawan. Perlu diingat bahwa babi itu telah menerima luka tebasan di bagian lehernya, dan gerakan menggergaji ini jelas menyakiti babi itu.
Berteriak keras, babi itu tiba-tiba berdiri dengan kedua kakinya dan jatuh ke belakang. Karena Ives masih menungganginya, otomatis dia juga jatuh dan tertimpa babi itu, tapi dia tetap tidak melepaskan cengkramannya di tali yang dia pegang.
"Biscuit, sekarang!"
"Baik!" Biscuit meraih parang lalu menusukkannya tepat ke arah luka tebasan yang ada di leher lawan.
Babi itu terus meronta-ronta sambil berteriak kencang. Tapi tidak beberapa lama kemudian, teriakan itu menipis dan dia tidak lagi bergerak.
-----
read chapter 36 on;
patréon.com/mizuki77