HEARTBREAK SYSTEM

Chapter 8: Rencana dibalik Senyuman



POV: Feby

Kamar berantakan. Lampunya menyala, memantulkan cermin bundar yang menempel di dinding. Aku duduk di depan meja rias, membenarkan lipstik merah muda di bibir yang sejak tadi kupoles ulang, berkali-kali.

> "Kurir sok keren itu… berani banget sok jual mahal ya."

Kupetik ponsel dari pangkuan, membuka grup WhatsApp bernama "Geng Cakar Macan" — isi anggotanya cewek-cewek sosialita kampus dan beberapa cowok yang pernah ngelamar jadi pacarku tapi kutolak karena kurang ganteng atau kurang duit.

Kutulis satu kalimat dan menyisipkan emot ketawa:

> "Bentar lagi kalian bakal liat cowok kurir yang dulu ngarep banget sama aku. Sekarang makin ngarep 🤣"

"Malam ini, bakal aku bawa ke SKYHIGH. Siapin popcorn ya 😂"

Kukirim.

Notifikasi balasan langsung masuk:

> Gisel: "Astaga Feb, kamu tega banget 😭" Intan: "Gue gasabar liat mukanya! Hahaha"

Aku tersenyum. Bukan karena mereka tertawa, tapi karena aku mengendalikan panggung.

Raksa. Dulu kamu tukang rayu murahan. Sekarang... kamu pikir bisa mainin aku?

> "Kita lihat siapa yang mainin siapa."

Tanganku menari di layar. Kubuka chat pribadi dengan Raksa, menulis dengan nada manja.

---

 Feby:

"Nanti malam, rooftop café SKYHIGH ya. Aku masak dikit buat kamu hehe. Ini penting… tolong datang 🤍"

---

Aku tahu dia pasti datang. Dia punya luka masa lalu yang belum sembuh. Dan pasti terus mendorong dia ke arahku.

Aku tahu cara cowok utama kayak Raksa.

Membuat mereka merasa penting.

Buat mereka merasa diinginkan.

Lalu—biarkan mereka jatuh… sendiri.

---

Kupandang pantulan wajahku di cermin. Rambutku sudah kukeriting sedikit. Telinga kiri kukasih anting panjang, sementara yang kanan kubiarkan kosong. Asimetris, tapi menggoda.

Kupakai crop-top hitam dan jeans ketat. Bukan untuk Raksa. Tapi untuk kamera-kamera temanku nanti.

> "Biar dia terlihat konyol berdiri di samping bintang utama."

---

Tapi... ada yang aneh.

Sesaat aku diam, menatap mataku sendiri.

Kenapa jantungku cepat copot?

Kenapa aku repot banget mikirin gaya rambut dan warna lipstik?

Kenapa aku… terlalu berniat?

> "Jangan bodoh, Feb. Kamu bukan jatuh cinta. Kamu cuma bosen."

Raksa itu proyek. Bukan cinta.

Raksa itu penyelesaian, bukan harapan.

---

Kupetik parfum vanilla dari meja rias dan menyemprotkannya ke leher.

> "Ayo, Kurir Cinta. Tunjukin ke semua orang... seberapa rendah kamu bisa jatuh."

---

Aku berdiri. Menatap bayanganku di cermin, dan tersenyum manis.

> "Aku nggak jahat, Raksa. Aku cuma... Suka bermain."

--

POV: Raksa

Ponselku bergetar saat aku sedang duduk di teras rumah, habis pulang kerja. Lengan masih pegal, lutut sakit karena seharian naik-turun tangga. Tapi rasa lelah itu langsung memudar waktu kulihat notifikasi pesan masuk.

Feby.

Kupencet.

> "Nanti malam, rooftop café SKYHIGH ya. Aku masak dikit buat kamu hehe. Ini penting… tolong datang 🤍"

Aku mengerutkan alis. Masak? Kafe di atap?

Apa ini… Jebakan?

---

# [SISTEM: TARGET MEMBERI UNDANGAN SPESIFIK]

> Mode: "Tes Sosial"

Potensi Manipulasi: Tinggi

Potensi Aktivasi Skill "Harmoni Harem" : 61%

Rekomendasi: Datang dengan kontrol penuh. Siapkan respons multi-level.

Risiko: Publikasi sosial. Potensi kejahatan terbuka.

---

Aku menghela nafas panjang, membaca ulang pesannya tiga kali.

Aku tahu Feby bukan orang sembarangan. Dia tak pernah benar-benar menyukaiku dulu. Dan sekarang? Dia terlalu mudah tersenyum.

> "Tapi kenapa hatiku tetap ingin datang?"

Mataku menatap langit yang mulai memerah. Di antara warna jingga dan biru tua, burung-burung kembali ke sarangnya. Aku tidak. Aku masih berkelana, mencari tempatku… mencari validasi.

> "Kamu pikir aku sama seperti dulu, Feby?"

Kakiku melangkah masuk ke dalam kamar. Kubuka lemari kecil, mengambil kaus hitam paling layak yang kumiliki dan celana jeans bersih yang jarang kupakai kecuali untuk acara penting.

> "Apa ini acara penting?"

Atau hanya acara pemakaman harga diriku yang kedua?

---

 [SISTEM: MISI SAMPINGAN AKTIF – "Tahan Rasa, Uji Kendali"]

> Skenario: Hadiri undangan target dalam situasi sosial terbuka

Tantangan: Kendalikan reaksi emosional saat diserang secara verbal

Hadiah: Progres aktivasi 30% Skill "Harmoni Harem"

Hukuman: Penurunan kepercayaan target lain (Rita)

---

> "Rita…"

Namanya muncul begitu saja.

Bayangan wajahnya ketika aku dihina beberapa hari lalu di warung kopi. Sorot matanya yang diam, tapi dalam. Sepertinya… dia melihat luka yang kusembunyikan dengan senyuman.

Dan sekarang, aku akan pergi ke perangkap lain.

Feby mengundangku bukan untuk bicara. Tapi untuk pertunjukan.

---

[SISTEM: STATUS MENTAL MC – 42% Emosi Stabil / 58% Tertekan]

> Saran: Aktifkan Skill "Tatapan Halus" + "Sentuhan" jika situasi memungkinkan

---

Pasang helm, nyalakan motor, dan diam sebentar.

> "Kamu pengen main, Feby? Baik. Tapi jangan lupa… kali ini aku juga memegang kartunya."

---

Kutarik napas dalam-dalam. Dalam perjalanan menuju SKYHIGH, saya membaca:

> "Dulu kamu hina aku di depan teman-temanmu.

Sekarang… saya akan membuat kamu melihat apa rasanya jadi bahan tontonan."

Motor melaju. Malam penyambutan dengan lampu-lampu kuning dan angin yang dingin.

Dan di antara suara mesin, aku mendengar satu kalimat dari dalam diriku:

> "Aku akan jadi penakluk… bukan korban."

---

Kafe Atap SKYHIGH.

Angin malam menyentuh tengkukku seperti tangan dingin yang hangat:

> "Kamu masih bisa mundur."

Tapi aku sudah sampai.

Langkahku menapaki anak tangga di lantai paling atas, tempat lampu menuju lampu gantung bergoyang pelan dan suara tawa meledak seperti petasan yang terlalu dekat.

---

 [SISTEM: ZONA INTERAKSI SOSIAL TINGGI]

> Potensi operasi: 78%

Keuntungan jika berhasil mengendalikan situasi: Aktivasi Skill "Harmoni Harem" 60%

Risiko: Trauma emosional baru

---

Mataku langsung menemukan Feby. Duduk di tengah kerumunan, dikelilingi teman-temannya—cewek-cewek bermake-up tebal, cowok-cowok dengan parfum mahal yang menusuk hidung. Mereka seperti geng sinetron yang tak pernah tahu rasanya lapar karena gaji harian.

Feby melihatku, lalu berdiri dan memegang tangan.

> "Raksa! Sini!"

Aku berjalan pelan. Beberapa pasang mata pandangan dari ujung rambut sampai ujung sepatu. Ada yang langsung bisik-bisik. Ada yang ketawa.

Aku tahu mereka tidak tertawa karena lelucon. Tapi karena kehadiranku adalah lelucon.

---

> "Lho, dia beneran kencan?" "Kukira kamu cuma bercanda, Feb…" "Wah, bawa paket gak nih?"

Tawa.

Dingin.

Lebih dingin dari angin malam yang menetap di leher.

Feby menarik, menyuruhku duduk di sana.

> "Maaf ya, mereka memang suka bercanda…agak sadis."

> "Gak apa-apa," kataku pelan.

"Aku sudah biasa di sini."

---

 [SISTEM: EMOSI MC TIDAK STABIL]

> Status: Dihina di depan umum – memicu luka lama

Efek: +10% motivasi balas dendam

Rekomendasi: Jangan respon emosional – amati dulu

---

Feby menyodorkan minuman padaku. Gelas plastik berisi soda warna-warni.

> "Minum, biar gak tegang…"

Aku menolak dengan sopan. Tapi dia tetap memaksa.

> "Ayo dong. Teman-temanku pengen tahu bagaimana kurir minum soda mahal."

---

Tawa baru meledak.

> "Hahaha! Wah kurir premium!"

Aku memejamkan mata sejenak. Menarik napas panjang.

Aku bukan Raksa yang dulu. Tapi mereka tetap ingin menjadikanku bahan tertawaan.

> "Jadi, Feby," tanya salah satu cowok di sana, "Dia ini pacar lo sekarang?"

> "Hmmm…" Feby pura-pura mikir, lalu menjawab, "Belum… tapi dia berusaha banget sih."

> "Aduh, Raksa kurir cinta!"

Tangan cowok itu menamparku dengan keras-keras.

Aku menahan diri untuk tidak bangkit dan pergi.

---

[SISTEM: PILIHAN TERBUKA – AKTIFKAN ATAU TAHAN "Tatapan Halus"]

> Rekomendasi: Jangan aktifkan skill di bawah tekanan sosial

Fokus pada pengendalian emosi

---

Aku nyaris bangkit, ketika sepasang mata dari menangkapku.

Rita.

Dia berdiri di balik pagar kaca rooftop, dengan blazer putih dan tas kecil di bahunya. Tidak banyak berekspresi. Tapi sorot matanya...menusuk langsung ke dadaku.

> "Rita…?"

Aku hanya bisa menatapnya. Tapi dia tidak mendekat.

Tidak tersenyum. Tidak menyapa. Hanya… menatap.

Matanya berkata:

> "Kenapa kamu membiarkan dirimu dipermalukan?"

Dan aku tidak punya jawaban.

---

 [SISTEM: PENGARUH RITA – Koneksi Empati Tumbuh +12%]

> Status: Rita menyaksikan rasa sakit MC

Efek: Potensi hubungan emosional meningkat

Skill "Harmoni Harem" – kemajuan 80% jika kedua wanita bertemu dalam kondisi emosional

---

Tawa masih berlanjut. Tapi aku tidak mendengarnya lagi.

Aku hanya melihat Rita…

Dan hatiku berbisik:

> "Aku harus berubah. Aku harus jadi lebih kuat."

---

POV: Raksa

Tawa mereka masih pecah di udara.

Aku duduk seperti badut yang tak lucu, terjebak di tengah pertunjukan yang bukan kubuat, tapi melirik karena semua mata menikmatinya.

> "Kurir cinta," kata salah satu teman Feby, "mau pesen hati, atau cuma bisa antar paket?"

> "Jangan gitu dong, dia kan pacar masa depan Feby," sahut yang lain sambil tertawa sambil menampar-nepuk bahuku.

Aku hanya bisa menunduk. Ingin sekali berdiri dan pergi. Tapi aku tahu… itu akan menjadi kemenangan bagi mereka.

> "Feby," bisikku pelan, "cukup…"

Tapi dia hanya melihatnya dengan senyuman licik.

Matanya tak bersinar seperti dulu.

Ia tidak menggodaku… ia sedang membunuh harga diriku dengan perlahan.

---

#[SISTEM: EMOSI MC DI BAWAH TITIK AMAN – Stabilitas 28%]

#[RISIKO AKTIVASI SKILL MENURUN – MENTAL LUKA TERLALU DALAM]

---

> "Gak nyang ya," ucap Feby lantang, "anak kurir bisa juga naik ke rooftop café. Tapi… sayangnya gak bawa paket buat hati aku."

Tawa meledak lagi.

Tapi kemudian…

Semua suara mendadak mereda.

Langkah sepatu hak menghentikan semua pemanasan.

Parfum lembut mencampurkan aroma wangi tubuh yang khas.

Dan sebelum aku sempat menoleh, lengan hangat melingkari bahuku.

> "Cukup."

Suaranya tegas. Dalam. Dingin seperti pisau yang menusuk jantung semua tawa.

Aku mendongak.

Rita.

---

#[SISTEM: TARGET 2 – INTERVENSI EMOSIONAL]

# [STATUS: KEJUTAN SOSIAL]

#[KEMAJUAN HARMONI HAREM: +60%]

---

> "Apa ini…?" gumam salah satu cewek di meja.

> "Eh… siapa, ya?"

Rita menatap mereka satu demi satu. tatapan wanita dewasa yang tak perlu berteriak untuk meletakkan ruangan.

> "Saya Rita. Dan dia…"

Dia melihat sekilas, lalu meremas sedikit bahuku.

"…dia pasangan saya.Ada yang keberatan?"

Hening.

Tawa yang tadi sempat gegap gempita kini tinggal detak jantung yang tak jelas milik siapa. Mungkin semuanya.

> "Saya tadi melihat dari kejauhan, dan jujur ​​saja… saya pikir saya datang ke café, bukan ke kandang hinaan."

Feby berdiri.

> "Bu Rita? Ini salah paham. Dia cuma…"

> "Hanya apa?" potong Rita cepat.

"Cuma lelaki yang dulu kamu hina, dan sekarang kamu mainkan lagi?"

---

Suasana café rooftop yang tadi semarak perlahan berubah jadi senyap.

Musik akustik dari speaker gantung masih terdengar, tapi semua mata terlintas pada satu titik: aku, yang masih setengah terduduk—dan Rita yang masih memelukku di depan semua orang… termasuk Feby.

Tanganku bahkan belum sempat kembali ke paha. Tubuhku menegangkan. Tapi bukan karena malu—melainkan karena aku benar-benar tak mengira Rita akan berkata sejelas itu:

> "Dia pasangan saya. Ada yang keberatan?"

Beberapa teman Feby saling memandang. Ada yang tertawa kecil, ada yang pura-pura menyesap kopi, dan ada yang mengeluarkan ponsel—entah untuk merekam atau cuma refleks mencari pelarian.

Sementara itu, Feby berdiri dari kursinya, wajahnya memerah, matanya sempit menatap kami berdua.

> "Bu Rita... seriusan? Ini gak lucu."

Rita melepaskan pelukannya perlahan, lalu berdiri tegak.

> "Apa yang lucu dari dua orang dewasa yang saling memilih?"

> "Dia itu… cuma kurir! Kerjaannya antar paket dan... sok sokan manis ke semua cewek!"

> "Dan kamu?" balas Rita, tenang. "Kamu apa? Cewek populer yang tidak tahu cara memperlakukan seseorang yang pernah percaya padamu?"

Derajat.

Aku menatap Rita. Ucapannya bukan hanya untuk menyelamatkanku… tapi seperti menghukum masa lalu yang belum sempat dia pulihkan.

Beberapa pengunjung mulai menatap Feby dengan aneh. Ada yang tersenyum kecut. Ada yang berbisik pelan.

Feby menggertakkan gigi.

> "Kalian semua sudah gila."

> "Atau mungkin," bisik Rita, mendekat ke telinga, "kamu yang gak bisa terima kalau mainanmu punya seseorang yang menjaganya lebih baik dari kamu."

Feby mundur dulu.

> "Tunggu aja, Bu.Permainan baru dimulai."

Dia lalu menempatkan badan dan pergi, langkahnya cepat, meninggalkan kosong dari teman-temannya.

---

Aku masih terdiam.

Tak bisa bicara.

Tangan Rita masih melingkari bahuku, seperti pelindung yang tak kuminta… tapi sangat kubutuhkan.

> "Ayo, Sayang," katanya pelan.

"Kita pergi dari tempat yang tidak tahu cara menghargai."

Kakinya melangkah lebih dulu. Aku mengikuti, seperti anak kecil yang baru saja ditarik dari reservoir lumpur.

Kami melewati meja itu.

Dan untuk pertama kalinya malam ini, tak ada yang berani tertawa.

---

#[SISTEM: MISI "HARMONI HAREM" AKTIF – KEMAJUAN 100%]

#SELAMAT, KAMU BERHASIL MEMBUKA SKILL BARU

> Efek: MC mampu meredakan konflik antar wanita dengan aura emosional dan kesan protektif

Aku masih diam. Tanganku dingin, meski udara malam cukup hangat. Tapi Rita menoleh padaku, menyentuh lenganku pelan.

> "Maaf, kalau terlalu tiba-tiba. Tapi aku gak tahan lihat kamu dipermalukan seperti tadi."

Aku memperhatikan.

> "Kenapa kamu melakukan itu… beneran?"

> "Karena kamu bukan laki-laki rendahan, Raksa. Dan terkadang, dunia perlu dikasih tahu... kalau pria baik juga pantas diperjuangkan."

Aku menunduk. Rasanya seperti… angin malam ikut masuk ke dadaku dan menenangkan badai yang selama ini aku simpan.

Lalu muncul notifikasi:

---

# [SISTEM: STATUS "TARGET RITA" – EMPATI TINGKAT TINGGI]

#[Reputasi Sosial MC: +75]

#[Status Feby: Emosi Tidak Stabil – Risiko Konflik Naik]

---

Rita tersenyum kecil, lalu memberi isyarat untuk turun dari café bersama.

> "Ya

Hai. Kita makan yang tenang. Gak semua malam harus diwarnai drama."

Aku mengangguk, perlahan. Tapi dalam hati, aku sadar:

Malam ini, sesuatu dalam diriku berubah.

Dan mungkin… perasaan Rita juga mulai berubah.

---

Saat kami keluar dari kafe, aku berhenti di pinggir jalan.

> "Bu Rita…"

> "Jangan panggil aku 'Bu' saat aku baru saja menyelamatkan pacarku," katanya pelan, lalu tersenyum—untuk pertama kalinya malam itu bukan karena belas kasihan, tapi karena percaya.

Aku terdiam.

Dada ini sesak. Tapi bukan karena malu.

Karena ada satu rasa yang mulai tumbuh…

> Rasa… dimiliki.

---

Next chapter will be updated first on this website. Come back and continue reading tomorrow, everyone!

Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.