Chapter 7: Undangan di Tengah Malam
Langit malam menggelap sempurna saat motorku berhenti di depan pagar rumah Rita. Tak ada suara selain serangga dan angin yang berembus pelan, mengibaskan jaket kurirku yang sudah agak subur.
Belum sempat aku menekan bel rumah, suara Rita terdengar dari dalam.
"Raksa?"
"Iya, aku."
"Masuk aja… pintu nggak dikunci."
Aku membuka pagar perlahan dan melangkah ke dalam rumah. Lampu ruang tengah hanya satu, redup, seolah sengaja dipasang untuk menciptakan suasana yang tidak terlalu terang, namun juga tidak benar-benar gelap.
Rita muncul dari arah dapur, rambut basah dikuncir seadanya, mengenakan daster longgar warna pastel.
"Maaf ya, saya baru selesai mandi. Lagi ribet banget hari ini."
"Tidak apa-apa, Bu."
"Dulu duduk. Mau ngopi?"
Saya agak terkejut.
Biasanya Rita hanya mengambil paket, bilang "makasih", lalu menutup pintu. Tapi malam ini... dia menawarkan kopi. menyediakan tempat. menyediakan... waktu.
"Kalau nggak ganggu…"
"Nggak.Saya justru butuh teman ngobrol."
Aku duduk di kursi rotan dekat meja kecil. Rumahnya hangat. Bukan karena suhu, tapi karena suasananya. Ada keheningan yang tidak canggung, dan aromanya... wangi sabun mandi bercampur kopi yang baru diseduh.
Rita datang membawa dua gelas. Satu untukku, satu untuknya. Ia duduk berseberangan, menyilangkan kaki, dan memandangi wajahku sejenak sebelum berbicara.
"Kamu pernah nggak sih… ngerasa hidup tuh kayak muter-muter aja?"
Aku tersenyum tipis.
"Setiap hari, Bu."
"Makanya kadang saya suka ngobrol sama orang kayak kamu. Nggak banyak ngomongin teori hidup, tapi tahu rasanya digilas hari."
[SISTEM: Dominasi Lembut – AKTIF]
Suara MC memasuki ritme sinkronisasi Status Rita: Tenang – Emosi terbuka Peluang Koneksi Emosional: +21%
Aku menyesap kopiku, perlahan-lahan.
"Kalau saya boleh jujur… saya senang dipanggil masuk kayak gini."
Rita memandang. Lama. tatapan yang bukan untuk mencari celah, tapi seperti sedang mencari isi dadaku.
"Saya tahu. Dan mungkin itu masalahnya, Raksa."
"Masalah?"
"Kamu mudah bikin orang nyaman. Bahaya lho."
Aku tertawa kecil, lalu menatap matanya.
"Aku gak niat bikin nyaman, Bu. Aku cuma pengen… jujur. Di dunia yang makin lama makin pura-pura, aku cuma pengen jadi orang yang gak membohongi dirinya sendiri."
[SISTEM: Efek Dominasi Lembut Meningkat]
Status Rita: Fokus Emosional 68% Deteksi Emosi: "Tertarik, Tapi Takut" Rekomendasi: Lanjutkan percakapan hangat – Hindari gerakan fisik tiba-tiba
Rita tersenyum pelan. Ia menunduk, jari-jarinya memutar-mutar pegangan gelas.
"Orang kayak kamu... biasanya cuma mampir. Bukan tinggal."
Aku diam. Ingin menjawab, tapi takut salah ucap. Lalu aku letakkan kopiku, dan bicara pelan:
"Saya tidak tahu saya akan tinggal atau pergi. Tapi malam ini, saya duduk di sini… karena saya ngerasa ibu bukan hanya target kiriman paket."
"Tapi?"
"Tapi seseorang… yang membuat saya ingin lebih dari sekedar kerja."
Rita terdiam. Mata kami bertemu. Tak ada kalimat, hanya detak jantung yang bergema di ruangan yang sepi. Dan dalam hening itu, untuk pertama kalinya… saya merasa benar-benar dilihat.
[SISTEM: Dominasi Lembut di Bawah Puncak]
Status: Fase Kepercayaan Dalam Emosi Rita: Terhubung Progres Target Rita: 46% Rekomendasi: Akhiri pertemuan tanpa tekanan – biarkan rasa tumbuh alami
"Saya gak tahu harus bilang apa, Raksa," kata Rita akhirnya, suaranya nyaris berbisik.
"Nggak usah bilang apa-apa," jawabku sambil berdiri perlahan. "Saya pamit dulu. Besok saya antar paket lagi."
Aku melangkah ke pintu, dan sebelum aku membuka pegangan, Rita berkata:
"Raksa…"
Aku menoleh.
"Kamu beda. Hati-hati jangan sampai dunia bikin kamu biasa-biasa aja."
Aku tersenyum. Dan dalam hati… aku tahu, malam ini bukan soal skill.
Ini masalahnya hati.
---
Aku kembali duduk. Gelas kopi di tangan mulai mendingin, tapi suasana di antara kami justru panas — bukan karena gairah, tapi karena kenyamanan yang berat.
Rita menatap isi gelasnya, lalu berkata pelan:
> "Dulu, saya percaya pernikahan itu sakral. Cinta itu cukup. Dan setia itu sederhana."
Aku hanya mendengarkan. Tidak memotong, tidak mengangguk—hanya menjadi telinga yang utuh.
> "Saya nikah muda, waktu umur dua puluh dua. Dia lelaki pertama yang saya cintai… dan yang pertama kali bilang saya cantik meski tanpa riasan."
Suara Rita bergetar. Bukan karena tangis, tapi karena kenangan yang terlalu dalam untuk disentuh dengan ringan.
> "Tiga tahun pertama bahagia. Tapi makin lama, saya merasa jadi latar belakang. Dia .. Pulang makin malam, jarang menyentuh saya, jarang bicara."
Ia memutar gelas di tangannya. Pandangannya menerawang ke sudut ruangan.
> "Sampai akhirnya… saya tahu dia selingkuh. Sama cewek yang katanya hanya 'teman bisnis'. Dan saya—sebodoh itu—masih menunggu dia minta maaf."
Aku menghela napas perlahan.
> "Berapa banyak luka yang dibungkus senyuman, Bu?"
> "Saya tidak marah waktu itu. Saya hanya ngerasa… mati di dalam. Kosong."
---
[SISTEM: EMPATI AKTIF – Dominasi Lembut Menjadi Simpati Terbuka]
> Status Rita: Buka total
Rasa sakit: Masih aktif
Ketertarikan pada MC: 52% (berbasis rasa aman, bukan hanya pesona)
---
Aku menyentuh punggung tangan. Pelan. Bukan untuk memancing, tapi untuk menguatkan. Ia tidak menarik diri.
Justru, ia menghela napas lega.
> "Kamu tahu kenapa saya belum nikah lagi?"
"Karena aku takut. Takut kalau semua lelaki ujung-ujungnya hanya datang buat rasa… bukan untuk pulih bersama."
Aku menatap mata dalam-dalam. Kali ini, tanpa sistem.
Hanya hatiku yang berbicara.
> "Saya tidak tahu saya akan sejauh apa di hidup Ibu. Tapi saya tidak datang buat nyakitin siapa pun."
> "Saya datang… karena saya tahu rasanya patah. Dan kalau saya bisa, saya mau bantu ngelekatin sedikit-sedikit."
---
Rita menutup matanya. Air matanya tidak jatuh. Tapi ia terlihat lebih tenang. Seperti beban lama yang akhirnya punya tempat untuk disandarkan.
---
[SISTEM: Status "Trust Link" Tercipta]
> Sasaran: Rita
Hubungan: Rasa aman tumbuh alami
Skill Dominasi Lembut Efektif Tanpa Resistensi
Progres Emosi: 61%
---
> "Kamu ngomong kayak gitu ke semua wanita?" tanya Rita, sebagian bercanda, sebagian takut.
> "Cuma ke wanita yang saya anggap lebih dari sekadar 'target'."
Ia tersenyum. Kali ini bukan senyum wanita menggoda, tapi senyum wanita yang ingin dipercaya kembali.
> "Saya belum tahu apa saya siap jatuh cinta lagi… Tapi kalau saya siap, kamu bakal masih di sini, Raksa?"
Aku diam sejenak.
Lalu mengangguk pelan.
> "Saya bakal di sini. Selama Ibu butuh… dan selama hati saya kuat."
---
[SISTEM: "Keyakinan Emosional Terbentuk"]
> Skill aktif : Menatap, Sentuhan, Dominasi Lembut
Emosi Rita: 64% stabil
hubungan Potensi jangka panjang: TERBUKA
---
Aku berdiri.
> "Saya pulang dulu. Kopinya enak, tapi percakapannya… lebih manis."
> "Dasar, tukang gombal," sahutnya sambil tertawa kecil.
Dan untuk pertama kalinya sejak pertemuan kami…
Rita tampak seperti wanita yang tidak lagi hancur, tapi sedang belajar bangun.
---
Langkahku meninggalkan rumah Rita terasa ringan... tapi bukan tanpa beban.
Angin malam menyapa wajahku saat aku menyalakan motor. Tapi sebelum gas kutarik, layar transparan sistem muncul di udara.
---
[SISTEM: PEMBARUAN MISI]
> Misi Utama: Aktifkan Skill "Harmoni harem" dalam waktu 48 jam
Target yang memungkinkan:
→ Feby – Emosi tidak stabil, manipulatif
→ Rita – Emosi stabil, namun butuh pendekatan hati
> Catatan: Misi akan gagal jika tidak ada kemajuan yang signifikan dalam dua hari ke depan.
Risiko: Kehilangan peluang membuka Skill "Harmoni Harem"
---
Aku menarik napas panjang.
> "Feby memang lebih mudah dipancing... tapi juga lebih berbahaya."
> "Rita? Dia... bukan hanya target. Dia manusia yang luka. Dan aku mulai takut, aku juga jadi manusia di depannya."
---
Layar sistem kembali muncul. Kali ini grafik perkembangan terpampang jelas.
---
* [STATUS]
V Tatapan Halus (AKTIF)
V Sentuhan (AKTIF)
V Dominasi Lembut (AKTIF)
V Sugesti Verbal (BELUM AKTIF)
X Harmoni Harem (TERKUNCI)
X Stamina (TERKUNCI)
---
> [SISTEM: AKTIVASI SEMUA SKILL DASAR MEMBUKA "LEVEL 2" DARI SISTEM CINTA]
Bonus: Pilihan Wanita Ketiga Akan Terbuka
Hukuman jika gagal: Reset emosi target + potensi hilang Rita sebagai jalur stabil
---
Kupandang bayangan diriku di spion motor. Di balik jaket kurir, helm murah, dan hidup seadanya…
Ada lelaki yang sedang dirasuki dua rasa: balas dendam dan kebutuhan untuk diakui.
---
> "Aku tidak cuma mau menata wanita…
Aku mau dunia lihat... kalau orang sepertiku pun bisa dipilih, bisa dicintai.
Dan jika itu membutuhkan sistem, maka akan kugunakan.
Tapi... hatiku? Itu pilihanku."
---
[SISTEM: STRATEGI OPSI TERBUKA]
1. Fokus ke Feby – membuka harmoni harem lebih cepat, risiko tinggi
2. Fokus ke Rita – memperkuat fondasi emosional, tapi lebih lambat
3. Jalankan misi tersembunyi: "Uji Daya Tarik" pada target baru (tidak direkomendasikan tanpa 5 skill aktif)
---
Kunikmati keheningan sesaat.
Di langit, bintang-bintang berkedip seolah-olah miripku — kurir biasa, yang kini harus membuat keputusan luar biasa.
---
> "Besok… aku akan menemukan arah."
"Entah jadi lelaki yang mengobati… atau lelaki yang membalas."
---
Motor mulai melaju pelan, menembus malam.
Dan di layar sistem terakhir, kalimat singkat muncul:
---
[SISTEM: Hati manusia tidak bisa netral — apakah kamu sudah siap jadi pemiliknya?]
---