Chapter 10: TIDAK ADA JUDUL
Istirahat makan siang, mereka berlima sudah berjanji untuk
makan bersama untuk mempererat ikatan.
Yang pertama kali datang menuju atap adalah Ryu. Dan Hana
kemudian tak selang lama menaiki tangga.
"Yo, Hana."
"Oh, kenapa kau melemparkan poni mu ke depan
kembali." Hana mendekati Ryu dan dia menyingkirkan poni Ryu ke belakang,
memperlihatkaan lebih jelas wajah milik Ryu.
"Kau lebih tampan seperti ini." Ujar Hana dengan
senyum samar.
Ryu menghempaskan tangan Hana dan kembali menurunkan poni
nya ke depan seperti biasanya dia datang ke sekolah.
"Itu terlalu mencolok."
"Ya, kau benar." Kekeh Hana. Dia kemudian membuka
pintu menuju atap dan cahaya terik matahari masuk melalui pintu atap.
Ryu menyusul Hana dan duduk bersandar di lantai dekat pintu.
Hana berjalan dan duduk di pangkuan Ryu.
Ryu sedikit menyeringai sambil menatap Hana.
"Apa?" Hana bertanya dengan heran.
"Untung saja tidak ada orang lain di sini, kau malah
duduk di pangkuan ku."
Hana terkejut dengan dirinya sendiri, karena Ryu selalu
menyuruh nya duduk di pangkuannya. Dia mulai terbiasa melakukan itu bahkan jika
dia tidak menyadari nya.
"Ah, maafkan aku."
Hana segera bangkit dan duduk di samping Ryu dengan anggun,
tapi dia tidak dapat menyembunyikan perasaan malu nya yang tanpa sadar duduk di
pangkuan Ryu sebelumnya. Lagian itu nyaman menurutnya.
"Oh! Kalian sudah ada di sini!?" Arata adalah yang
pertama keluar dari pintu, di susul oleh Aiko dan Eiji di paling belakang.
"Yamaguchi-kun dan ketua Osis, banyak rumor kalau
kalian selalu bersama. Apa kalian sedang menjalin sebuah hubungan?" Aiko
bertanya dengan penasaran.
Hana hanya sedikit tertawa."Justru aku juga terkejut
saat mendapati Yamaguchi-kun menunggu di pintu masuk atap, aku berusaha untuk
datang ke sini lebih awal. Tapi sepertinya orang lain melakukannya terlebih
dahulu."
"Begitu, aku menyadari kalau Ryu bersemangat karena
itu. Benarkan, kawan?" Arata Duduk di depan Ryu, sementara Aiko duduk di
sisi Arata. Dan Eiji duduk di sisi lain dari Hana.
"Ya, kurang lebih seperti itu."
"Tolong abaikan ekspresi muram nya ketua Osis. Dari smp
dia memang seperti itu." Lanjut Arata dengan ramah.
"Oh, benarkah? Ku pikir Yamaguchi-kun memiliki
kepribadian yang bersemangat." Hana menatap Ryu dengan senyuman ramah,
senyuman itu hanya dapat di pahami oleh Ryu yang menatap Hana dengan tajam.
Hana juga menatap balik Ryu tanpa gentar sedikitpun.
"Ughh, sudah ku duga. Kalian sepertinya cukup
dekat." Aiko kembali berbicara.
"Bukan 'cukup dekat'. sama seperti kalian, aku mencoba
untuk dekat dengan kalian." Balas Hana dengan senyum ramah.
"Begitu ya." Aiko menumpuk tangannya sendiri
seolah mengerti.
Bodoh, pikir Ryu.
"Tapi enak juga ya dekat dengan ketua Osis, kita bisa
datang ke atap kapan ku kita mau." Arata menatap Eiji dengan cemburu.
"Kita memang bisa datang ke atap, tapi bukan berarti
kita bisa terus berkunjung ke atap berkali-kali. Kita harus memikirkan tempat
lain untuk lain waktu." Balas Hana dengan ramah.
"Itu benar, meskipun banyak keuntungan yang di berikan
pada ketua Osis. Tapi bukan berarti kami dapat melakukan apa yang ingin kami
lakukan." Lanjut Eiji sambil membuka makanan yang dia pesan di kantin
sebelumnya.
Yang membawa bento di sini hanya Aiko, Hana dan juga Ryu.
Eiji dan Arata membeli makanan di kantin dan Aiko mengikuti mereka, karena
itulah mereka datang lebih telat di bandingkan Hana dan Ryu.
"Oh aku baru ingat kalau kemarin juga kau membawa bento
kan?" Arata memakan roti yang dia beli sebelumnya.
"Ya."
"Hoh, apa itu bento buatan seorang gadis?" Hana
bertanya berusaha menggoda Ryu.
Ryu hanya menatap Hana sesaat. "Kalau iya memang
kenapa?"
"Tidak ada." Hana memalingkan wajahnya dengan
kesal dan mulai kembali memakan bento nya.
"Itu sangat sulit di percaya jika Ryu memiliki seorang
gadis." Balas Arata.
"Kenapa kau berpikir seperti itu?" Tanya Hana
heran. Ryu sebenarnya sangat tampan jika dia tidak melempar poni nya ke depan.
"Karena dia tidak pernah berpacaran sedari SMP."
Ryu memakan makanan nya dengan tenang, tidak memperdulikan
perkataan Arata.
"Hei Ryu, boleh kah aku minta satu?" Arata
mengalihkan perhatian nya pada Ryu meskipun dia mendapati suapan sesekali dari
Aiko.
"Tentu." Ryu menyodorkan bento nya. Dan Arata
mengambil ayam goreng yang telah di potong sedemikian rupa agar bisa di makan
dalam satu lahapan.
"Wow! Ini benar-benar sangat enak!? Kau tidak pernah
memberitahu ku kalau kau bisa memasak!?"
"Apa itu beneran enak!?" Tanya Aiko penasaran.
"Ingin mencobanya juga?" Ryu menyodorkan bento nya
kepada Aiko.
"Bolehkah?"
Mendapati anggukan dari Ryu, Aiko menjepit telur dadar yang
di gulung dan memasukan itu ke dalam mulutnya.
"Ya, ini benar-benar enak. Apa kau benar-benar bisa
masak Yamaguchi-kun!?" Aiko bersemangat ketika menyangkut masakan, karena
itu hobinya.
"Tidak."
"Lalu siapa yang membuatkan bento ini kawan? Apa itu
seorang gadis? Kenapa kau tidak memberitahu ku?" Arata protes karena Ryu
menyembunyikan sesuatu dari nya.
Mengabaikan itu, Ryu menyodorkan makanan nya kepada Eiji
yang duduk di sisi lain ketua Osis. Eiji hanya menolak dengan halus.
"Ketua Osis apa-kau-mau?" Ryu berbicara seperti
Hana tadi pagi. Hana tau kalau Ryu saat ini sedang menggodanya.
"Bolehkah? Kalau begitu aku ambil satu?"
Hana mengambil sosis yang di desain seperti gurita itu
menggunakan sumpit miliknya. Dia memakannya lalu mengangguk beberapa.
"Ya, ini sangat enak. Ku pikir Yamaguchi-kun adalah
pria yang sangat beruntung mendapatkan pacar yang bisa memasak." Hana
membalas dengan ramah tapi tidak dengan matanya saat dia menekankan kata pacar.
"Dia bukan Pacar ku." Ryu membalas itu dengan
menekankan kata pacar juga. Mereka saling menatap satu sama lain dengan senyum
yang aneh menurut mereka bertiga.
Dengan begitu, mereka saling mengobrol satu sama lain untuk
mempererat ikatan mereka. Hingga akhirnya mereka menyudahi sesi makan bersama
itu karena bel akan segera berbunyi.
***
Di ruangan klub membaca Ryu yang kosong, dia sedang duduk di
dekat jendela sembari menikmati terpaan sinar matahari sore dan angin sejuk
yang menabrak wajahnya. Poni nya terhempas ke samping sesekali. Karena klub nya
yang berada di lantai atas sekolah, dia menatap ke bawah lapangan, di sana ada
klub sepak bola yang sedang berlangsung.
Pintu deret tiba-tiba terbuka. "Kau belum pulang?"
Suara Hana terdengar saat gadis itu kembali menutup pintu.
"Kau sudah selesai dengan urusan Osis mu?"
"Ya, karena tidak terlalu banyak. Jadi kami pulang
cepat." Hana berjalan dan duduk di pangkuan Ryu, sementara itu Ryu
melingkarkan tangannya di pinggang ramping gadis itu.
"Sudah ku bilang kau lebih tampan saat Poni mu di
lempar ke belakang."
Kali ini dia tidak menolak dengan apa yang di lakukan oleh
Hana. Hana merapihkan rambut Ryu dengan poni nya yang terlempar ke belakang
dengan rapi. Memperlihatkan wajah tampan Ryu dengan jelas.
"Apa kau tertarik dengan klub sepak bola?"
"Tidak juga."
"Lalu, apa kau sempat berolahraga? Kau memiliki tubuh
yang bagus." Hana meremas tangan atas milik Ryu yang keras.
"Ya, karena aku tidak terlalu pintar. Dulu Aku berusaha
sebaik mungkin memiliki pencapaian di bidang non akademik. Karena itu aku
belajar Taekwondo, karate dan judo sejak SD."
Hana sedikit terkejut mendengar itu."Aku baru tau kalau
kau tertarik dengan hal-hal seperti itu. Kau seperti tidak memiliki motivasi
apapun."
Ryu termenung menatap kegiatan klub sepak bola tanpa
memperdulikan Hana yang mengelus lembut rambut nya.
Dia belum membuka aplikasi itu dari dua hari yang lalu, jika
tidak ada aplikasi tersebut. Mungkin dia tidak akan pernah bisa bergaul dengan
Hana seperti ini.
"Bagaimana rasanya bersekolah dengan Urin di perut
mu?"
"Kau tadi terlihat tampan dan bijaksana saat diam, dan
kini kau menjadi seorang bajingan kembali ketika berbicara. Sial, aku
benar-benar tidak mengerti dengan mu, Ryu."
"Yah, itulah aku." Ryu membenamkan wajah nya di
payudara lembut gadis itu. Mengelus pinggang ramping gadis itu menggunakan
tangannya yang melingkari pinggang Hana sedari tadi.
"Yah, itu cukup menyebalkan ketika sesuatu bergejolak
setiap kali kau berjalan."
"Pfftt ... Ku pikir kau akan membalas dengan 'Itu
menjijikan' atau 'Aku tidak menyukainya'." Ejek Ryu.
Hana mengerutkan alisnya semburat merah.
"Aku tidak pernah bilang kalau aku menyukai nya!"
"Ya, ya, terserah."
"Lupakan tentang hal seperti itu, aku ingin berbicara
normal saat ini. Apa kau hanya berlatih bela diri? Atau melakukan non akademik
lainnya?"
"Aku bisa bermain basket, dan Voli."
"Eh? Apa kau yakin bicara seperti itu? Kenapa kau tidak
mengembangkan bakat mu? Kenapa malah memilih menjadi siswa rata-rata? Kau
bahkan bisa menjadi populer jika melakukan itu semua. Asalkan kau menyimpan
poni mu ke belakang." Kekeh Hana di akhir kalimat.
"Untuk apa melakukan itu semua jika tidak ada tujuannya
sama sekali."
"Bukankah menjadi populer bisa membuat mu senang? Kau
bisa mendapatkan prestasi dengan menitih karier di bidang olahraga."
"Sudah ku bilang aku tidak tertarik."
"Lalu apa yang akan kau lakukan di masa depan? Kau
hanya menyia-nyiakan bakatmu."
"Apa yang akan ku lakukan di masa depan? Mungkin
melakukan seks yang intens dengan mu."
"Bodoh! Aku sedang serius saat ini!" Hana mengetuk
kepala Ryu pelan, meskipun dia tidak bisa menyembunyikan kemerahan di wajahnya.
"Kau bahkan belum pernah melihat ku memperlihatkan
semua yang ku katakan, kenapa kau sangat percaya kalau aku memang bisa
melakukan itu semua?"
"Aku tidak tau, hanya saja ..., Aku merasakan
kepercayaan diri di setiap perkataan mu. Bukan kah kau sendiri yang bilang,
bahwa Ryu dengan arti naga adalah yang melambangkan kekuatan?" Hana
terkekeh kecil di akhir kalimat.
Menurut Hana, semakin dia dekat dengan Ryu. Semakin
menakjubkan pula lelaki di depannya.
"Apa kau akan menginap lagi malam ini? Lagian besok
adalah hari libur."
"Apa kau mengharapkan aku menginap di rumah mu?"
Hana tidak menjawab, hanya mengalihkan pandangannya.
***
Malam harinya Ryu datang kembali ke apartemen milik Hana.
Karena Hana sudah memberi tahu kata sandi nya pada Ryu. Jadi Ryu bisa masuk
kapan pun dia mau.
Ke ruang tamu, dia tidak melihat ada keberadaan Hana. Ryu
duduk di sofa dan menyalakan televisi.
Pintu kamar mandi terbuka, terlihat di sana Hana yang
menggunakan setelan biasa nya yang terbuka jika berada di rumah.
"Ryu, kau sudah ada di sini?"
"Ya, ada apa dengan mu? Kenapa kau cemberut seperti
itu."
"Huh! Itu juga salahmu." Hana berjalan mendekati
Ryu dan duduk di pangkuannya. Dia menyilang kan tangannya sementara Ryu
melingkarkan tangannya di pinggang ramping gadis itu.
"Salah ku?"
"Ya, karena idemu untuk mengajak mereka berdua. Aku
jadi harus memberikan no kontak miliku kepada mereka. Lupakan tentang
Hayashi-san karena dia tidak terlalu mengganggu."
"Arata?"
"Ya! Laki-laki itu! Dia secara terang-terangan mengajak
ku berkencan dengan dalih ingin membelikan pacarnya hadiah. Bukankah dia
seorang bajingan? Mengajak gadis lain meskipun dia sudah memiliki pacar."
"Jika kau menyebut Arata seorang bajingan, lalu aku
apa?" Ryu bertanya dengan datar.
"Yah, ku pikir kau jauh lebih baik dari pada Bajingan
itu. Hanya sedikit ok, sedikit sekali." Dia memberikan sedikit ruang
antara ibu jari dan telunjuknya yang hendak menempel.
"Lupakan. Kau menolak ajakannya kan?"
"Apa kau ingin aku menerimanya!?" Alis Hana
berkerut tidak senang karena pertanyaan Ryu.
"Kau habis mandi ya? Pantas saja wangi mu harum."
Ryu menarik nafas di leher gadis itu, berusaha mengubah topik.
"Kau melihatnya sendiri sebelumnya kalau aku keluar
dari kamar mandi." Nafas Ryu menggelitik lehernya.
"Ah ... "
"Ada apa? " Tanya Ryu heran.
"Karena tadi sempat kebelet bab, aku jadi melepaskan
ini." Hana tersenyum kikuk sambil memperlihatkan dildo yang telah dia
lepas.
"Hmm, sepertinya kau benar-benar menginginkan sebuah
hukuman bukan?"
"Jangan berpikir yang aneh-aneh."
"Kau akan sangat menyesali nya sekarang."